Derita perantau: homesick plus culture shock . Ya. Udah kangen rumah, di negara baru, masih harus melakukan adaptasi. Lengkap banget pender...
Derita perantau: homesick plus culture shock. Ya. Udah kangen rumah, di negara baru, masih harus melakukan adaptasi. Lengkap banget penderitaanya, apalagi jika ditambah uang di kantong selalu pas-pasan. Memang, sekarang sarana komunikasi sudah banyak. Email, facebook, atau skype membuat komunikasi dengan orang rumah menjadi mudah. Tapi tetap saja, berada ribuan kilometer dari rumah, belum punya temen baru, kalau ada apa-apa belum tentu bisa segera pulang, adalah kombinasi tepat buat bikin kamu galau.
Yang bikin kangen rumah biasanya karena belum betah di tempat baru. Nah, belum betah itu karena kita belum memosisikan negara tersebut sebagai rumah baru kita. Kita masih berasa asing. Sebab utamanya ya karena gegar budaya alias culture shock.
Jangankan budayanya yang beda. Bentuk fisik orang-orangnya aja udah bikin kita berasa asing. Tapi, culture shock bukan penyakit yang ga bisa diobati. Culture shock hanya sekedar alarm. Pertanda bahwa kita memasuki dunia baru. Dunia yang siap kita kalahkan.
Tips Menghadapi Culture Shock
1. Akui Saja
Ada dua tipe mahasiswa yang kuliah di luar negeri. Contoh, dia memang suka Jepang dan diterima kuliah di Jepang. Satunya lagi kuliah di India cuma karena ingin kuliah di luar negeri saja.Ia tidak bersemangat akan bahasa, tradisi, atau sejarah India sama sekali. Wajar banget tipe kedua bakalan mengalami culture shock. Tapi, tipe pertama pun bakal tetep kaget. Mengetahui orang Jepang tidak begitu peduli terhadap agama, berbeda kan dengan mengalami sendiri?
Jadi, meskipun sebelum ke luar negeri kamu udah siap-siap, sedikit nervous di negara baru sangatlah wajar.Mungkin kamu gila banget soal Jepang. Kamu sudah hafal bentuk-bentuk orang Jepang, kamu sudah sering mencoba makanan-makanannya, sudah fasih bahasanya sampe mimpi pun kamu menggunakan bahasa Jepang. Tapi tetap saja, kamu akan mengalami perasaan yang berbeda saat sampai di sana.
Kita harus menerima kalau memang perbedaan itu ada. Kita harus mempersiapkan diri untuk menghadapi hal-hal baru di negara tersebut
2. Menyatu
Kita mengalami culture shock karena merasa semua begitu berbeda dan asing. Maka, kita harus segera “menyamakan” dan mengakrabkan diri. Culture is the people. Oleh karenanya segeralah bergaul dengan masyarakat lokal di sana. Semakin cepat kita akrab dengan penduduk asli, semakin cepat kita merasa betah.
Paling ngefek jelas kuasai bahasanya. Kemudian, jadilah orang asing yang bermanfaat. Minimal ga ngerepotin. Bantu bersih-bersih (meskipun biasanya di sana udah bersih). Bawa oleh-oleh, siap diajak main atau dimintai bantuan.
Lebih asyik sih kalo kita pasang niat “belajar budaya” gede-gede. Kita bakal excited di ajak ke acara ini itu, nonton ritual ini itu, nyobain makanan baru, dan sejenisnya. Intinya sih bersosialisasi. Entah dengan ikut klub olah raga setempat, rutin travelling bareng orang sana, atau nyoba part time. Dengan niat mau belajar budaya negara tersebut, alih-alih shocked. Kita biasanya lebih ke excited. Asik kan? Culture shock ilang, dapet ilmu dan pengalaman baru.
Oke, ralat. Semangat belajar budaya inilah yang paling ngefek. Semakin niat, semakin gampang belajar bahasa. Semakin berani coba-coba makanan. Semakin tertantang menaklukkan alam di sana.
3. Riset
Yup, seperti penggila Jepang di atas. Sebelum ke sana, dia udah tahu banyak soal Jepang. Cari tahu budayanya. Googling kan gampang. Bisa juga tanya ekspat-ekspat yang ada di sini. Mungkin nanti bakal tetep kaget. Tapi ga terlalu. Karena sejak di Indonesia pun, dia udah bernafas layaknya orang Jepang.