Belanda dan Indonesia tadinya memiliki hubungan yang kurang baik di masa lalu. Hubungan kolonialisme telah menciptakan sejarah tersendiri ba...
Belanda dan Indonesia tadinya memiliki hubungan yang kurang baik di masa lalu. Hubungan kolonialisme telah menciptakan sejarah tersendiri bagi dua bangsa ini. Masa lalu hanyalah masa lalu. Kisahnya tidak bisa diulang kembali. Hanya pelajaran berharga dan hikmah yang bisa diambil. Kini, pemerintah kedua negara ini berusaha untuk memperbaiki hubungan bilateral. Banyak program-program kerjasama yang ditawarkan. Berikut penuturan salah satu mahasiswa Indonesia yang kuliah di Belanda.
Ridho Rahmadi adalah staf pengajar di salah satu universitas Islam di Yogyakarta. Ia kuliah di jenjang S3 jurusan teknik informatika di bawah International Centre for Integrated assessment and Sustainable development (ICIS), Faculty of Science di Radboud University Nijmegen. Di Belanda pada umumnya membutuhkan waktu empat tahun untuk dapat meraih gelar S3.
Menurut Ridho, kehidupan di Belanda terdiri dari dua aspek yaitu aspek sosial dan akademik. Kedua aspek tersebut sangat menyenangkan selama masa kuliahnya karena lingkungan riset sangat terasa di kehidupan dan pergaulan sehari-hari. Atmosfer pendidikan sangat mudah ditemui dengan banyaknya diskusi keilmuan di berbagai tempat. Bagi mahasiswa S3, riset tidak hanya bagian dari kuliah dan pekerjaan, namun juga dapat menjadi hobi. Di kampus, sikap diskusi selalu positif dan semangat belajar para mahasiswa sangat tinggi.
Ada banyak mahasiswa Indonesia yang menuntut ilmu di Belanda. Jumlahnya kira-kira mencapai 5000 orang dan mereka tinggal di berbagai wilayah, jadi sangat mudah untuk menemukan teman dari Indonesia. Terdapat berbagai tempat tinggal khusus mahasiswa Indonesia, di sana para mahasiswa dapat mencari informasi dan berdiskusi. Makanan khas Indonesia juga sangat mudah dijumpai di Belanda. Saat Ridho tinggal di negara Ceko dan Austria, ia kesusahan mencari makanan tradisional seperti tempe dan untuk mendapatkannya harus memesan jauh-jauh hari.
Di Belanda sangat mudah untuk mendapatkan tempe, terasi, tahu dan makanan khas Indonesia lainnya. Biaya hidup di Belanda sesuai standar Eropa Barat dan relatif lebih tinggi dari Eropa Timur. Namun apabila beasiswa diatur dan dipergunakan hati-hati, jumlahnya cukup untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidup sehari-hari. Untuk menghemat uang, mahasiswa dapat mencari tempat tinggal yang mempunyai harga sewa murah dan sebaiknya memasak makanan sendiri agar biaya makan tidak terlalu tinggi.
Toleransi beragama di Belanda tergolong sangat baik. Di beberapa kampus disediakan mushola dan banyak mahasiswa yang menjalankan ibadah salat di sana pada waktu subuh dan ashar. Di angkatan Ridho, terdapat 10-15 mahasiswa Indonesia yang mengambil program pascadoktor dan profesor. Di Belanda populasi mahasiswa yang paling banyak adalah mahasiswa S1.
Pada umumnya, jalur pendaftaran kuliah jenjang S1 dan S2 di Belanda sudah jelas dan prosedurnya dapat diikuti dengan mudah. Jalur pendataran S3 berbeda karena harus menghubungi berbagai profesor yang melakukan riset secara personal melalui email. Jadi untuk dapat diterima di universitas, calon mahasiswa S3 harus terus mendekati profesor pilihannya dan mencari kecocokan risetnya. Beberapa hal penting yang dibutuhkan untuk mendaftar kuliah S3 di Belanda adalah komunikasi dengan profesor, letter of acceptance (LOA), sertifikat tes bahasa Inggris, transkrip ijazah dan surat rekomendasi.
Selama kuliah di luar negeri, Ridho tidak pernah merasa bahwa negara-negara asing selalu lebih baik daripada Indonesia. Mindset utamanya adalah perjuangan. Menurut pendapatnya, dengan kuliah di luar negeri berarti seseorang dihadapkan dengan perspektif berbeda sehingga dapat melihat segala sesuatu lebih luas.
Selama masa kuliahnya di Belanda, ada banyak hal yang bisa mengajarkannya untuk menghargai perbedaan. Ada banyak aspek di Indonesia yang harus diperbaiki, seperti rendahnya tingkat pemahaman perbedaan antar-masyarakat dan rendahnya keberanian untuk mengutarakan pendapat. Jadi sebaiknya orang-orang Indonesia harus dapat melihat segala sesuatu dengan perpektif global untuk menjadi warga dunia yang baik.
Itulah tadi cuplikan kisah dari Ridho Rahmadi tentang kuliah di Belanda. Meskipun biaya hidup di Belanda lebih mahal, tidak masalah untuk mencoba negara ini sebagai salah satu tujuan belajar. Banyak beasiswa yang ditawarkan baik dari pemerintah Indonesia maupun pemerintah Belanda.
Ridho Rahmadi adalah staf pengajar di salah satu universitas Islam di Yogyakarta. Ia kuliah di jenjang S3 jurusan teknik informatika di bawah International Centre for Integrated assessment and Sustainable development (ICIS), Faculty of Science di Radboud University Nijmegen. Di Belanda pada umumnya membutuhkan waktu empat tahun untuk dapat meraih gelar S3.
Menurut Ridho, kehidupan di Belanda terdiri dari dua aspek yaitu aspek sosial dan akademik. Kedua aspek tersebut sangat menyenangkan selama masa kuliahnya karena lingkungan riset sangat terasa di kehidupan dan pergaulan sehari-hari. Atmosfer pendidikan sangat mudah ditemui dengan banyaknya diskusi keilmuan di berbagai tempat. Bagi mahasiswa S3, riset tidak hanya bagian dari kuliah dan pekerjaan, namun juga dapat menjadi hobi. Di kampus, sikap diskusi selalu positif dan semangat belajar para mahasiswa sangat tinggi.
Ada banyak mahasiswa Indonesia yang menuntut ilmu di Belanda. Jumlahnya kira-kira mencapai 5000 orang dan mereka tinggal di berbagai wilayah, jadi sangat mudah untuk menemukan teman dari Indonesia. Terdapat berbagai tempat tinggal khusus mahasiswa Indonesia, di sana para mahasiswa dapat mencari informasi dan berdiskusi. Makanan khas Indonesia juga sangat mudah dijumpai di Belanda. Saat Ridho tinggal di negara Ceko dan Austria, ia kesusahan mencari makanan tradisional seperti tempe dan untuk mendapatkannya harus memesan jauh-jauh hari.
Di Belanda sangat mudah untuk mendapatkan tempe, terasi, tahu dan makanan khas Indonesia lainnya. Biaya hidup di Belanda sesuai standar Eropa Barat dan relatif lebih tinggi dari Eropa Timur. Namun apabila beasiswa diatur dan dipergunakan hati-hati, jumlahnya cukup untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidup sehari-hari. Untuk menghemat uang, mahasiswa dapat mencari tempat tinggal yang mempunyai harga sewa murah dan sebaiknya memasak makanan sendiri agar biaya makan tidak terlalu tinggi.
Toleransi beragama di Belanda tergolong sangat baik. Di beberapa kampus disediakan mushola dan banyak mahasiswa yang menjalankan ibadah salat di sana pada waktu subuh dan ashar. Di angkatan Ridho, terdapat 10-15 mahasiswa Indonesia yang mengambil program pascadoktor dan profesor. Di Belanda populasi mahasiswa yang paling banyak adalah mahasiswa S1.
Pada umumnya, jalur pendaftaran kuliah jenjang S1 dan S2 di Belanda sudah jelas dan prosedurnya dapat diikuti dengan mudah. Jalur pendataran S3 berbeda karena harus menghubungi berbagai profesor yang melakukan riset secara personal melalui email. Jadi untuk dapat diterima di universitas, calon mahasiswa S3 harus terus mendekati profesor pilihannya dan mencari kecocokan risetnya. Beberapa hal penting yang dibutuhkan untuk mendaftar kuliah S3 di Belanda adalah komunikasi dengan profesor, letter of acceptance (LOA), sertifikat tes bahasa Inggris, transkrip ijazah dan surat rekomendasi.
Selama kuliah di luar negeri, Ridho tidak pernah merasa bahwa negara-negara asing selalu lebih baik daripada Indonesia. Mindset utamanya adalah perjuangan. Menurut pendapatnya, dengan kuliah di luar negeri berarti seseorang dihadapkan dengan perspektif berbeda sehingga dapat melihat segala sesuatu lebih luas.
Selama masa kuliahnya di Belanda, ada banyak hal yang bisa mengajarkannya untuk menghargai perbedaan. Ada banyak aspek di Indonesia yang harus diperbaiki, seperti rendahnya tingkat pemahaman perbedaan antar-masyarakat dan rendahnya keberanian untuk mengutarakan pendapat. Jadi sebaiknya orang-orang Indonesia harus dapat melihat segala sesuatu dengan perpektif global untuk menjadi warga dunia yang baik.
Itulah tadi cuplikan kisah dari Ridho Rahmadi tentang kuliah di Belanda. Meskipun biaya hidup di Belanda lebih mahal, tidak masalah untuk mencoba negara ini sebagai salah satu tujuan belajar. Banyak beasiswa yang ditawarkan baik dari pemerintah Indonesia maupun pemerintah Belanda.