Belanda, sebuah negara yang berdasarkan sejarah telah berhasil menjajah negeri Indonesia selama 3,5 abad. Lama sekali memang, namun penjaja...
Belanda, sebuah negara yang berdasarkan sejarah telah berhasil menjajah negeri Indonesia selama 3,5 abad. Lama sekali memang, namun penjajahan tak selamanya meninggalkan luka. Dengan adanya penjajahan, Indonesia dapat memunculkan para tokoh nasional yang berjiwa patriotik, dan menumbuhkan persatuan dalam tubuh Indonesia. Adanya penjajahan juga membuat para cendekiawan Indonesia lebih berpikir ke depan, tentang bagaimana cara memajukan sebuah pendidikan di bumi pertiwi.
Hal pertama yang dilakukan oleh para cendekiawan Indonesia adalah dengan mencuri ilmu di tanah orang lain, kemudian mengembangkannya di tanah air. Mungkin cara ini sampai sekarang masih ditiru oleh para penerus bangsa, yaitu belajar dengan cara merantau ke negeri luar, kemudian kembali dengan segenap amunisi yang siap untuk ditembakkan dalam membangun Indonesia.
Untuk itu, mari kita simak hasil interview singkat dengan Arif Qodari, seorang pelajar Indonesia yang memiliki semangat besar untuk menuntut ilmu, sehingga berhasil sampai di negeri Belanda.
1) Bisakah diceritakan mengenai profil pribadinya?
Nama saya Arif Qodari. Lahir di Yogyakarta, 25 tahun yang lalu. Saat ini saya sedang menjalani kuliah S2 di University of Amsterdam, mengambil jurusan Artificial Intelligence. Saya kuliah dengan menggunakan beasiswa LPDP (Lembaga Pengelola Dana Pendidikan). Masuk kuliah Februari tahun 2014, dan Insya Allah akan lulus Januari 2016. Saya merupakan alumni dan lulusan dari Institut Teknologi Telkom (Sekarang Universitas Telkom) tahun 2011 lalu di jurusan Informatika.
2) Saat memilih tempat kuliah, apakah Arif memilih berdasarkan negaranya, jurusannya, atau hal lain? Bisakah diceritakan alasannya?
Hal pertama yang saya cari adalah jurusan yang saya minati, kemudian saya membuat daftar universitas yang menyelenggarakan jurusan tersebut. Pertimbangan berikut-berikutnya adalah negara, bahasa, dan kampus yang bersangkutan.
Dari situ saya memilih Belanda, karena Belanda adalah negara yang multikultur, terutama memiliki perkembangan masyarakat muslim yang pesat. Telah banyak ditemukan komunitas orang Indonesia di sana. Selain itu, universitas yang saya pilih menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar, sehingga cukup menguntungkan bagi mahasiswa Internasional.
3) Bisa diceritakan tentang biaya hidup di Belanda, terutama di daerah Arif tinggal? Mulai dari biaya makan, transportasi, akomodasi, dan lainnya.
Biaya hidup di Belanda cukup bervariasi. Karena saya tinggal di Amsterdam, biaya hidupnya termasuk relatif lebih tinggi dibanding kota-kota yang lain. Namun, itu juga tergantung pada pola hidup kita. Di Amsterdam, pengeluaran yang paling besar yang saya rasakan adalah untuk tempat tinggal karena bisa mencapai hampir 50% dari uang beasiswa. Untuk transportasi publik, di sini sangat nyaman tetapi juga cukup mahal. Namun, enaknya di Belanda adalah negara ini ramah pada pejalan kaki dan pengguna sepeda. Jadi, saya biasa kemana-mana naik sepeda. Kecuali kalau harus bepergian jarak jauh baru saya menggunakan transportasi umum. Untuk makan, itu sangat tergantung dari masing-masing orang. Saya sangat menyarankan untuk bisa masak disini, sehingga dapat menghemat pengeluaran. Sehari-hari saya juga masak, biasanya tiap pagi saya masak untuk satu hari. Bahkan kadang bisa sampai 2-3 hari. Berangkat kuliah pun membawa bekal masakan sendiri.
4) Pernahkan Arif mengalami culture shock di negara tersebut? Jikapun iya, bisakah diceritakan? Atau apa sajakah pengamalan yang paling berkesan selama kuliah disana?
Mengenai culture shock tidak terlalu berat. Memang ada beberapa pengalaman baru yang saya temui di sini. Seperti jalan harus di sebelah kanan. Saya juga pernah ditegur supir bus karena tidak antri, dan hampir tertabrak mobil karena menyeberang tidak di zebra cross. Pengalaman- pengalaman itu membuat saya menjadi warga yang lebih tertib dan patuh aturan. Karena semua hal yang ada di sini telah terbentuk secara tertib, dan aturan benar-benar ditegakkan dengan tegas untuk kenyamanan bersama.
Selain itu, saya juga pernah merasa kaget dengan cuaca yang ada di sini. Ketika pertama kali datang ke Belanda, saat itu sedang musim dingin. Alhamdulillah tidak sampai sakit dan tetap bisa menjaga kondisi tubuh.
Perbedaan waktu juga hal yang paling saya rasakan setelah berada di sini. Perbedaan waktu 5 jam dengan Indonesia membuat saya harus mengatur waktu untuk berkomunikasi dengan istri dan orang tua di Indonesia.
5) Apakah ada tips yang bisa dibagikan dari Arif berdasarkan pengalaman yang sudah dijalani untuk pelajar Indonesia yang ingin kuliah di Belanda, khususnya di kampus yang sedang di ambil?
Dari saya sebenarnya tidak ada tips yang spesial. Yang terpenting dari saya, gali dan carilah informasi sebanyak dan sedalam mungkin tentang kampus dan negara tujuan. Untuk yang muslim, pertimbangkan juga bagaimana kehidupan muslim di negara tujuan. Kemudian, jika memang kamu sudah mantap dengan tempat yang dipilih, jagan lewatkan untuk terus berusaha maksimal sambil berdoa kepada Allah SWT agar ikhtiar kita dimudahkan.
Sekarang ini peluang dan kesempatan beasiswa di Indonesia sudah semakin banyak. Insya Allah bisa memudahkan dalam meraih cita - cita untuk bisa melanjutkan studi di luar negeri.
Demikian sepintas pengalaman dan kisah dari Arif Qodari yang telah berhasil terbang dan menjalani pendidikan kuliah di negeri Belanda. Kamu juga berminat kuliah di Belanda? Kuncinya tetap semangat untuk terus mencari informasi sebanyak-banyaknya. Dan jangan lupa untuk terus belajar!