Muhammad Ghifari merupakan salah satu mahasiswa yang saat ini sedang menempuh studi S3 doktor selama 3 tahun, di jurusan Computer Science d...
Muhammad Ghifari merupakan salah satu mahasiswa yang saat ini sedang menempuh studi S3 doktor selama 3 tahun, di jurusan Computer Science di Victoria University of Wellington. Ini merupakan tahun keduanya berkuliah di New Zealand. Ia mendapat beasiswa langsung dari universitas yang sebelumnya saat studi S1 dan S2 nya di Institut Teknik Bandung (ITB). Bagi kamu yang berminat mendapat beasiswa seperti yang sekarang dinikmati oleh Ghifar, kamu bisa browsing dan mencari via internet untuk informasi dan persyaratannya. Tapi, sebelumnya kita simak terlebih dahulu hasil obrolan dengan Ghifar tentang pengalamannya berkuliah di New Zealand, supaya kamu bisa lebih mengenal kehidupan di negara tersebut tentunya.
New Zealand merupaka negara subtropis yang memiliki 4 musim. Namun, yang membuat negara ini nyaman adalah kondisi cuacanya tidak terlalu ekstrem. Misalnya saja, ketika musim panas berlangsung, rata-rata suhu disana adalah 25 samapi 30 derajat celcius. Untuk musim dingin sendiri, tidak pernah mencapai minus nol derajat. Keunikan cuaca di New Zealand kadang sukar diprediksi, jika hari ini matahari bersinar cerah, besok bisa saja terjadi hujan lebat. Juga angin yang berhembus lumayan kencang sering terjadi di negara tersebut. Di wilayah dimana Ghifari tinggal, di North Island jarang sekali terlihat salju. Jika kamu ingin melihat salju saat musim dingin, South Island memungkinkan kamu menikmati salju yang melimpah ruah!
Orang-orang di New Zealand
Ada 2 suku penduduk asli di New Zealand. Jika kamu mengenal suku Aborigin di Australia, di New Zealand terdapat suku Kiwi dan Maori sebagai penduduk asli pulau tersebut. Jika dibandingkan dengan negara-negara di Eropa maupun Australia sendiri, karakter masyarakat di New Zealand bisa dibilang lebih ramah dan bersahabat. New Zealand banyak dihuni orang-orang berusia tua dibanding anak-anak muda. Selain itu, masyarakatnya juga tidak berlaku diskriminatif kepada suatu etnis atau kaum tertentu.
New Zealand banyak dikenal sebagai salah satu negara penghasil komoditi domba terbesar. Sebenarnya, tidak hanya domba namun juga sektor agraris dan peternakan lainnyapun menjadi komoditi utama dari negara ini.
New Zealand terkenal dengan kepadatan penduduk yang rendah. Wellington sendiri sebagai sebuah ibukota, penduduknya hanya berjumlah 400 ribu jiwa. Jauh lebih sedikit jika dibandingkan dengan Yogyakarta, apalagi Jakarta sebagai ibukota negara Indonesia. Bagi sebagian orang mungkin ini menjadi kekurangan negara ini. Karena kita terbiasa hidup di wilayah yang padat dan interaksi antar manusianya tinggi, tinggal di New Zealand yang notabene akan lebih sepi mungkin akan membuat kamu agak merasa bosan. Kecuali untuk beberapa dari kamu yang suka dengan suasana yang sunyi dan tenteram.
Biaya hidup dan akomodasi selama berada di New Zealand
Salah satu hal yang patut kamu jadikan pertimbangan adalah biaya hidup di New Zealand yang ternyata cukup tinggi! Bahkan, konon lebih tinggi dari beberapa negara di Eropa sekalipun. Namun bisa juga dikatakan biaya hidup di New Zealand masih termasuk lebih rendah dibandingkan beberapa negara di Australia lainnya. Kebutuhan yang berhubungan dengan jasa seperti transportasi dan layanan-layanan lain seperti bengkel dan sebagainya, cenderung lebih mahal dibandingkan kebutuhan yang sifatnya barang. Kamu juga harus pandai-pandai mencari akomodasi yang murah dan layak untuk ditinggali. Rata-rata tarif sewa tempat di New Zealand sangatlah mahal. Apalagi jika kamu berniat membawa serta keluarga. Ditambah lagi peraturan pemerintah yang diberlakukan mengenai akomodasi menurut Ghifar boleh dibilang agak ribet. Perbandingan biaya akomodasi sendiri menurut pengalaman Ghifar adalah sekitar 2/3 dari kebutuhan bulananmu. Tenang, jangan khawatir bagi kamu yang memperoleh beasiswa, umumnya segala bentuk kebutuhan sudah disesuaikan dengan standar biaya hidup di New Zealand. Jadi pasti cukup untuk hidup sehari-hari asalkan kamu pandai berhemat. Akomodasi, research fee atau dana penelitian juga sudah termasuk dalam fasilitas yang diberikan beasiswa tersebut.
Untuk skema akomodasi sendiri, kebetulan Ghifar disediakan sebuah rumah besar dengan banyak kamar sehingga ia bisa tinggal bersama teman-teman yang juga berasal dari Indonesia. Ada lagi jenis akomodasi lainnya, semacam kos-kosan dimana kamu mungkin akan tinggal bersama orang yang belum dikenal. Kamu juga bisa tinggal di asrama yang disediakan oleh kampus. Menurut Ghifar, kadang harga sewa kamar di asrama kampus lebih mahal dibandingkan jika menyewa rumah di luar lingkup kampus. Karena jumlah kamarnya terbatas, untuk menyewa asrama sendiri kamu perlu mendaftarkan diri, dan nantinya pihak kampus yang menentukan apakah kamu bisa mendapatkan kamar atau tidak.
Beasiswa untuk belajar di New Zealand
Jenis beasiswa yang ditawarkan universitas di New Zealand ada bermacam-macam. Salah satu yang terkenal yaitu NZ Asean Scholarship. Ini adalah jenis beasiswa untuk program post-graduate seperti Master. Beasiswa tersebut merupakan hasil kerja sama pemerintah New Zealand dengan negara-negara anggota ASEAN termasuk Indonesia di bidang pendidikan. Ada juga program beasiswa dari pemerintah Indonesia sendiri melalui DIKTI yang banyak diminati mahasiswa Indonesia.
Sebenarnya menurut Ghifar, hampir semua universitas di New Zealand membuka peluang beasiswa untuk para post-graduate yang hendak mengambil program master maupun doktor. Jadi, untuk pilihan lain selain NZ ASEAN Scholarship dan beasiswa DIKTI, untuk kamu yang tertarik melanjutkan pendidikan di New Zealand bisa cek di situs-situs resmi universitas yang ada di sana. Kemungkinan besar mereka menyediakan program beasiswa yang bisa kalian ikuti, beserta informasi lengkapnya.
Orang-orang Indonesia di New Zealand
Di New Zealand banyak terdapat organisasi atau komunitas mahasiswa Indonesia, salah satunya Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Wellington. Jadi, setiap kota di New Zealand memiliki cabang PPI nya masing-masing. Selain itu ada juga organisasi kemasyarakatan warga negara Indonesia di Wellington serta organisasi khusus masyarakat muslim asal Indonesia. Mereka sering mengadakan acara untuk sekedar berkumpul dan bersilaturahmi. Biasanya acara-acara tersebut diadakan di Kantor Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Wellington.
Jenis kegiatan mereka sendiri macam-macam, seperti pengajian mingguan yang diadakan organisasi muslim, pembelajaran Al Qur’an untuk anak-anak semacam TPA. Untuk kegiatan lain mereka sering mengadakan hiking atau jalan-jalan kemudian berkumpul dan mengadakan kajian agama di alam terbuka.
Kehidupan beragama di New Zealand sebagai seorang muslim
Kehidupan beragama di New Zealand terutama bagi yang muslim sendiri tidak terlalu sulit mengingat tingkat toleransi beragama masyarakatnya yang tinggi. Meskipun begitu, jumlah masjid di Wellington sendiri sangatlah terbatas. Hanya ada 2 sampai 3 masjid saja yang tersebar di seluruh penjuru kota Wellington. Makanan halal relatif mudah untuk didapatkan, beberapa merk daging potong di swalayan sudah mendapat semacam sertifikat halal. Ada juga sebuah toko khusus yang menyediakan kebutuhan-kebutuhan halal yang menjadi pilihan utama beberapa mahasiswa muslim khususnya.
Kesan selama berkuliah di New Zealand
Hidup di New Zealand sangatlah nyaman dan menyegarkan. Segala hal yang dimiliki negara ini membuat orang yang tinggal disana menjadi lebih fresh, mulai dari lingkungan dan alam di New Zealand. Hampir semua penduduknya berbahasa Inggris meskipun dengan logat dan aksen yang menurut Ghifar agak aneh. Orang-orangnya ramah, ucapan seperti I’m sorry atau ‘thank you’ bertebaran di mana-mana. Mungkin terdengar sepele namun kita sudah jarang menemukan di Indonesia sendiri. Menurut Ghifar, dalam beberapa hal masyarakat New Zealand lebih ramah daripada di Indonesia. Diskriminasi bahkan perbedaaan perlakuan antar kelas sosial yang ada seperti bos dengan bawahan hampir tidak ada. Segala bentuk status sosial mampu membaur satu dengan lainnya.
Alasan utama Ghifar memilih New Zealand sebagai tujuan kuliah adalah kondisi alam negara tersebut. Alasan lainnya adalah karena Ghifar sudah terlebih dahulu mengenal pilihan pembimbing riset untuk program yang ia ambil. Menurutnya, calon pembimbing risetnya adalah professor yang cukup ternama di dunia pendidikan, dan kebetulan ada di New Zealand juga. Begitupun dengan universitas tujuannya yang menjadi universitas terbaik di bidang riset di New Zealand sendiri. Terbukti setelah menjalani satu tahun masa studinya, Ghifar merasa dimanjakan oleh semua fasilitas dan literatur yang disediakan kampus guna kepentingan riset.
Bahkan untuk mahasiswa S3 yang tertarik mengikuti konfrensi baik di dalam maupun luar negeri, pihak universitas juga menyediakan fasilitas perjalanan. Sejauh ini, Ghifar baru sekali mengikuti konfrensi Internasional yang diselenggarakan di Wellington. Rencananya akan ada satu lagi konferensi internasional yang akan ia ikuti di Florence Italia.
Persiapan kuliah di New Zealand
Berikut ini adalah tips dari Ghifari tentang persiapan kuliah di New Zealand:
- Selalu up to date tentang informasi beasiswa. Lalu pahami soal persyaratan apa saja yang dibutuhkan.
- Untuk calon mahasiswa program S3, penting untuk kamu mencari professor pembimbing riset yang tepat dan kompeten.
- Pahami skema pengajuan beasiswa, apakah kamu perlu wawancara terlebih dahulu dengan pembimbing atau sebaliknya.
- Persiapkan segala jenis arsip dan dokumen yang diperlukan dalam proses pengajuan beasiswa sedini mungkin.
- Persiapkan mental untuk menghadapi proses seleksi beasiswa. Terutama dalam menghadapi tes wawancara.
Dari cerita yang sudah dibagikan oleh Ghifari, apakah sudah membuat kamu lebih mengenal dan mendapatkan informasi yang bagis tentang New Zealand sebagai tujuan kuliah? Semoga pengalaman dan tips yang sudah dibagi oleh Ghifari bisa bermanfaat untuk meraih apa yang kamu impikan. Semangat!