Hallo, sobat berkuliah.com. Bagaimana kabar kalian saat ini? Ok, semoga kalian selalu luar biasa, ya! Kita masih membahas mengenai dunia pe...
Hallo, sobat berkuliah.com. Bagaimana kabar kalian saat ini? Ok, semoga kalian selalu luar biasa, ya! Kita masih membahas mengenai dunia perkuliahan di Finlandia yang selalu terdengar menyenangkan. Kali ini, tim berkuliah.com telah berhasil meringkas sebuah cerita serta pengalaman yang mengesankan dari sahabat kita, Tessa Ayuningtyas yang telah berhasil kuliah di negeri seberang nan jauh, yaitu Finlandia. Dengan semua keberanian dan tekat yang kuat, menjadikannya saat ini berhasil mendapatkan gelas Master. Ingin tahu cerita selengkapnya? Mari kita simak ulasannya berikut ini.
1. Hallo, Tessa. Untuk di awal, mungkin bisa perkenalkan profil tentang diri kamu dulu? Baik berupa asal, kampus dan jurusan yang diambil, alasan mengapa memilih Finlandia sebagai kampus tujuan?
Halo, pembaca berkuliah.com. Perkenalkan nama saya Tessa Ayuningtyas Sugito. Lahir dan dibesarkan di ibukota tercinta yang ruwet J-Town, Jawa. Saya sering dikira orang dari Jawa Tengah, karena tetap saja ketika berbicara, saya tetap tidak bisa menyembunyikan logat Jawa saya. Mengenai perjalanan pendidikan, setelah kelulusan SMA, saya melanjutkan studi kuliah S1 di bidang Teknologi Pangan (Food Science) di negeri kincir angin, Belanda. Kemudian, ketika Februari 2014 lalu saya baru saja menamatkan studi S2 di bidang yang sama dari University of Helsinki, Finlandia dan memutuskan untuk kembali ke tanah air.
Alasan mengapa memilih Finlandia sebenarnya karena ingin mencari sesuatu yang baru, ‘getting out from my comfort zone’. Selain itu ‘I’m a cheap Asian’. Pendidikan di Finlandia dikenal masih tidak dipungut biaya dan kualitas pendidikannya pun bisa dibilang impresif. Dan ternyata, pilihan saya tidak salah.
2. Apakah Tessa kuliah menggunakan biaya sendiri atau beasiswa? Jika beasiswa, apa nama programnya, dan bagaimana cara applynya?
Karena untuk sekolah di Finland sudah tidak dipungut biaya, maka beasiswa cukup jarang ditemui. Biasanya, mahasiswa ataupun mahasiswi yang mendapat beasiswa atau grant, mendapat support dari negara masing-masing atau organisasi pendidikan. Dan kalau anak-anak Indonesia, beberapa dari mereka mendapat beasiswa dari jalur Program Erasmus Mundus atau Dikti. Karena biaya pendidikan saya gratis, untuk keperluan hidup sehari-harinya saya menggunakan biaya sendiri.
3. Apa kelebihan dari Jurusan Teknologi Pangan yang Tessa ambil di Finlandia? Apakah ada kesulitan yang kamu temui di jurusan tersebut? Jika ada, bagaimana cara kamu mengatasinya?
Logikanya, semua makhluk hidup membutuhkan makanan, sehingga bidang Teknologi Pangan memiliki aplikasi yang cukup luas, seperti: peneliti, pengajar, bekerja di perusahaan makanan, dan lainnya. Terlebih, jika memiliki intuisi bisnis yang tajam, bisa menjalani profesi sebagai food entrepreneurs, karena masih banyak hasil bumi di Indonesia yang belum dilirik, tetapi bisa diolah menjadi consumer goods yang memiliki nilai jual yang jauh lebih tinggi.
Setiap bidang studi memiliki tingkat kesulitannya masing-masing, dan semuanya kembali kepada passion setiap orang. Dan karena memang passion saya di bidang ini, setiap kesulitan yang muncul saya anggap sebagai tantangan untuk menjadi lebih baik.
4. Bagaimana sistem dosen di sana dalam mengajar? Bagaimanakah sikap dari dosen tersebut baik di luar maupun di dalam kelas? Apakah ada perbedaan? Lalu bagaimana dengan teman-teman sesama mahasiswa asli Finlandia sendiri?
Lantaran kompensasi dari pendidikan yang bebas biaya, membuat mahasiswa dan mahasiswinya yang diterima di sini jumlahnya dibatasi, dan di fakultas saya sendiri maksimalnya hanya dimasuki 20 orang mahasiswa untuk setiap tahunnya. Hal ini yang kemudian membuat sistem mengajar di sini menjadi sangat efektif. Dosen dan mahasiswa lebih memiliki banyak waktu untuk berdiskusi dan bisa turut bergabung dengan proyek-proyek yang ada. Yang saya sukai adalah sistem egaliter, di mana pengajar memposisikan diri setara dengan para mahasiswanya. Jadi, bukan suatu hal yang aneh saat mahasiswa atau mahasiswinya kelihatan jalan-jalan, pergi makan, atau pergi ke kafe dengan supervisor dan dosennya setelah jam mengajar.
5. Apakah ada perbedaaan yang signifikan antara kurikulum di Finlandia dan Indonesia? Jika ada, apa saja?
Untuk tingkat kuliah, secara subjektif agak sulit untuk memberi opini dalam hal ini, karena saya sendiri belum mengalami bagaimana menjalani kuliah di Indonesia. Cuma, secara keseluruhan, kurikulum dan sistem pendidikan di kedua negara ini memiliki perbedaan yang sangat signifikan. Contohny saja dalam hal:
• Di Finlandia, seluruh sistem pendidikan dari SD sampai S2 dibiayai negara, sampai saat ini masih berlaku baik untuk orang Finlandia dan warga negara lain. Di Indonesia, untuk mendapatkan kualitas pendidikan yang baik dibutuhkan biaya yang sangat besar, uang masuk TK saja sudah mencapai belasan-puluhan juta.
• Untuk bisa mengajar di sekolah, guru-guru di Finlandia minimal harus memiliki gelar S2 dan lulusan terbaik di universitasnya. Di Indonesia, karir sebagai guru masih dianggap sebelah mata dan standarisasi tenaga pengajar terasa sangat kurang.
• Kurikulum pendidikan di Finlandia berlaku umum, dan setiap guru diberi kebebasan mengembangkan metode mengajarnya. Kalau di Indonesia, wajib mengikuti kurikulum dari pemerintah yang sering berubah-ubah.
• Program orientasi pada awal-awal kuliah lebih berbobot dengan berbagai macam workshops dan diskusi kelompok untuk membantu kelancaran proses pembelajaran, tanpa adanya senioritas dan tugas-tugas yang tidak relevan.
• Lebih fleksibel untuk mengatur jadwal dan mengambil mata pelajaran yang disukai.
6. Pernahkah Tessa mengalami ‘culture shock’ selama di Finlandia? Jika pernah, apa dan bagaimana cara kamu mengatasinya?
Saya tidak terlalu merasakan ulture shock yang berarti, begitupun dengan homesick. Kalaupun kangen dengan masakan Indonesia, saya akan masak sendiri. Yang terjadi malah sebaliknya, saya lebih mengalami culture shock setelah kembali ke Jakarta. Kaget dengan kenaikan harga, perilaku konsumerisme yang semakin meningkat, dan masalah intoleransi antar sesama.
7. Seberapa besar biaya hidup yang harus dikeluarkan selama sebulan di Finlandia? Baik untuk makan, transport dan biaya tempat tinggal?
Selama di Helsinki, biaya hidup yang saya keluarkan kira-kira 500-600 Euro per bulannya, dengan rincian sebagai berikut:
• 170-250 Euro untuk sewa tempat tinggal (kamar mandi dan dapur di luar, sudah termasuk listrik, air dan internet). Untuk perkiraan harga seperti ini, biasanya ditempatkan di apartemen dengan 3 kamar dan berbagi dengan 2 orang lainnya. Tentu akan lebih mahal bila ingin mendapat studio apartment, yang kira-kira biayanya mencapai 400-450 Euro.
• Terakhir kali meninggalkan Helsinki, biaya transport untuk berlangganan sebulan terhitung Zona 1 (hanya untuk Helsinki kota) sebesar 23.30 Euro, dan ini tarif yang sudah didiskon 50% sebagai tarif pelajar. Tarif lebih mahal akan berlaku apabila berdomisili di luar Helsinki kota seperti: Espoo, Vantaa dan Kauniainen. Harga ini sudah mencakup segala jenis alat transportasi, tram, metro (subway), bus, kapal dan kereta.
• 250-330 Euro bisa digunakan untuk makan dan hiburan. Ini dengan pertimbangan saya sering masak sendiri. Di kantin sekolah, untuk makan siang, pelajar juga mendapatkan potongan harga 50%, biasanya 2.5-3 euro sudah mendapat susu, main course dan salad buffet.
8. Apakah Tessa aktif dalam kegiatan PPI? Jika iya, kegiatan terbesarnya apa yang pernah dilaksanakan?
Saya bisa dibilang cukup aktif dalam kegiatan PPI, dan pernah menjabat sebagai pengurus untuk dua periode. Secara teratur PPI mengadakan kegiatan olahraga bersama, mengunjungi museum, ikut berpartisipasi dalam beberapa event untuk mempromosikan budaya Indonesia. Kegiatan terakhir yang saya ikuti adalah Forum Berbagi Ilmu, di mana beberapa pelajar mempresentasikan tugas akhir atau project yang sedang dilakukan. Untuk lengkapnya, bisa dilihat di sini http://ppifinland-kegiatan.blogspot.com/
9. Untuk tempat tinggal, adakah referensi yang tepat, di mana kita bisa tinggal dengan murah dan nyaman? Baik dari segi kotanya, lalu kemudian apartemen, flat, atau asrama?
Untuk Helsinki, ada namanya Student Housing (HOAS), dan di kota-kota lain juga tentu memiliki masing-masing student housing (kira-kira ada 22 student housing agencies yg tersebar di Finlandia). Paling praktis dan terjangkau adalah menggunakan jasa student housing tersebut, karena harganya relatif lebih murah. Kalau menggunakan private agency, harganya bisa mencapai 2 kali lipat. Dan karena sangat banyak mahasiswa yang akan mencari housing, disarankan 3-6 bulan sebelumnya sudah mendaftar.
Pilihan lain untuk lebih murah, bisa mencari housing lewat student union sesuai dengan fakultas masing-masing. Harganya bisa berkisar 150-180 Euro, yang sudah furnished, ada housekeeper juga. Hanya saja, ukuran kamar jauh lebih kecil dan satu lantai berbagi dengan 8-9 orang.
10. Apakah ada tips spesial dari Tessa untuk para pelajar di Indonesia, mengenai apa saja yang harus dipersiapkan sebelum mendaftar kuliah di Finlandia? Mungkin bisa ditambah dengan kalimat yang bisa memberi motivasi?
Tahap awal yang sebaiknya dipersiapkan tentu memutuskan bidang studi yang diinginkan, lalu memenuhi English Requirements seperti TOEFL IELTS, motivation letter, dan lainnya. Beberapa bidang studi membutuhkan wawancara dan tes khusus. Rajin-rajinlah membuka website/blog/forum dari universitas yang dituju untuk update berita.
Kalau sudah diterima dan yakin akan berangkat ke Finlandia, persiapkan mental dan siap menghadapi suhu ekstrim. Saran saya sebaiknya menemukan komunitas yang solid, karena mudah untuk merasa kesepian di Finlandia.
Nah, demikian cerita mengesankan dari sahabat kita Tessa Ayuningtyas mengenai pengalamannya selama kuliah di Finlandia. Bagaimana perasaan kamu setelah menyimak ceritanya? Tertarik? Tetap jaga semangat kamu, ya! Selalu aktif dan update tentang informasi. Pantau terus berkuliah.com, salam sukses dan sampai jumpa.