Oleh: Emmy Yuniarti Rusadi Founder of ASEC (Actual Smile English Club) Menanggapi isu semakin menjamurnya beasiswa ke luar negeri, se...
Oleh:
Emmy Yuniarti Rusadi
Founder of ASEC (Actual Smile English Club)
Menanggapi isu semakin menjamurnya beasiswa ke luar negeri, semakin memperbesar pertanyaan mengapa akses beasiswa tersebut kini jauh lebih mudah dibandingkan dengan 10 tahun lalu? Bagaimana bisa beasiswa- beasiswa tersebut diserbu laris manis? Informasi yang semakin terbuka serta kebutuhan akan kompetisi global semakin menapaki puncaknya. Persiapan studi adalah persiapan untuk masa depan nanti.
Tetapi ada pula gejala yang harus diwaspadai. Apakah itu kaitan antara ekspansi dengan pamer diri?
Jika berdasarkan pengalaan berinteraksi dengan kawan- kawan mahasiswa yang pernah ke luar negeri atau ingin ke luar negeri lalu berhasil mewujudkannya, ada 2 kategori besar yang bisa saya ketahui terkait mengapa mereka ingin memperoleh beasiswa tersebut.
Dua kategori itu adalah alasan apresiasi keilmuan dan alasan petualangan. Banyak yang karena jatuh cinta pada budaya suatu negara sehingga terobsesi untuk ke negeri impiannya. Ada lagi kelompok yang karena ingin memapankan ilmunya sehingga mengejar level tantangan yang lebih tinggi atau dirasa lebih baik. Dari semua itu, aspek paling jujur yang selalu dikemukakan adalah aspek jalan- jalan.
Berbeda mahasiswa dalam negeri, berbeda mahasiswa luar negeri. Mereka sudah “jenuh”dengan kemapanan negara atau adanya resesi sehingga tertantang untuk melakukan ekspansi. Agaknya semangat ekspansi inilah yang harus kita lebih tonjolkan, bersaing dengan para mahasiswa luar negeri. Dalam ekspansi, faktor jalan- jalan masih bisa didapatkan bahkan tanpa sengaja.
Jumlah mahasiswa Indonesia di luar negeri di Malaysia mencapai 15.000 orang (rri.co.id, 2014), sementara ada sekitar 7.000 orang mahasiswa di Negeri Paman Sam (Kompas, 2013). Bagaimana dengan Eropa? Jumlahnya juga sekitar 7.000 mahasiswa dari berbagai bidang pada tahun 2013 (Okezone.com,2013)
Memperoleh beasiswa dari pemerintah dalam negeri maupun pemerintah negara tujuan studi adalah suatu prestasi. Agak disayangkan jika tujuan dari jerih payah itu berakhir dan biasanya lebih disibukkan pada upload foto- jalan- jalan. Walaupun ada argementasi bahwa jalan- jalan juga bagian dari belajar, namun saya yakin bahwa banyak kawan- kawan lain yang juga ingin mendapatkannya, warga publik yang tahu track record Anda, atau guru serta dosen Anda mengharapkan produktifitas yang lebih.
Membangun toleransi agar turut menumbuhkan semangat berkarya jauh lebih penting. Sebaiknya unggahlah sesuatu misalnya kegiatan inspiratif, kegiatan sosial, atau apapun yang tidak sekedar mengharapkan pujian netizen. Namun mengobarkan semangat untuk berkarya serta mendukung karya Indonesia itu.
Besar harapan agar kawan- kawan mahasiswa di luar negeri tidak turut terjebak dalam budaya “alay” karena dihinggapi kesenangan yang berlebihan. Era ini mengajarkan kita tentang bagaimana menjaga kepercayaan publik melalui ICT, terutama media sosial.
Optimalkan media tersebut dan semangat ekspansi ke luar negeri dengan lebih manis. Kelak, Anda tidak di cap sebagai tukang pamer dan “ndeso” karena apa- apa asal posting. Orang Indonesia itu cerdas.
Mewujudkan branding ini butuhlah usaha tanpa batas, salah satunya dengan bijak membawa diri. Saya yakin, ke depan semakin banyak karya lahir dari kawan- kawan mahasiswa yang berekspansi ini. Asal hati- hati dalam menjaga diri. Semangat terus, semangat inspiratif!
Emmy Yuniarti Rusadi
Founder of ASEC (Actual Smile English Club)
Menanggapi isu semakin menjamurnya beasiswa ke luar negeri, semakin memperbesar pertanyaan mengapa akses beasiswa tersebut kini jauh lebih mudah dibandingkan dengan 10 tahun lalu? Bagaimana bisa beasiswa- beasiswa tersebut diserbu laris manis? Informasi yang semakin terbuka serta kebutuhan akan kompetisi global semakin menapaki puncaknya. Persiapan studi adalah persiapan untuk masa depan nanti.
Tetapi ada pula gejala yang harus diwaspadai. Apakah itu kaitan antara ekspansi dengan pamer diri?
Jika berdasarkan pengalaan berinteraksi dengan kawan- kawan mahasiswa yang pernah ke luar negeri atau ingin ke luar negeri lalu berhasil mewujudkannya, ada 2 kategori besar yang bisa saya ketahui terkait mengapa mereka ingin memperoleh beasiswa tersebut.
Dua kategori itu adalah alasan apresiasi keilmuan dan alasan petualangan. Banyak yang karena jatuh cinta pada budaya suatu negara sehingga terobsesi untuk ke negeri impiannya. Ada lagi kelompok yang karena ingin memapankan ilmunya sehingga mengejar level tantangan yang lebih tinggi atau dirasa lebih baik. Dari semua itu, aspek paling jujur yang selalu dikemukakan adalah aspek jalan- jalan.
Berbeda mahasiswa dalam negeri, berbeda mahasiswa luar negeri. Mereka sudah “jenuh”dengan kemapanan negara atau adanya resesi sehingga tertantang untuk melakukan ekspansi. Agaknya semangat ekspansi inilah yang harus kita lebih tonjolkan, bersaing dengan para mahasiswa luar negeri. Dalam ekspansi, faktor jalan- jalan masih bisa didapatkan bahkan tanpa sengaja.
Jumlah mahasiswa Indonesia di luar negeri di Malaysia mencapai 15.000 orang (rri.co.id, 2014), sementara ada sekitar 7.000 orang mahasiswa di Negeri Paman Sam (Kompas, 2013). Bagaimana dengan Eropa? Jumlahnya juga sekitar 7.000 mahasiswa dari berbagai bidang pada tahun 2013 (Okezone.com,2013)
Memperoleh beasiswa dari pemerintah dalam negeri maupun pemerintah negara tujuan studi adalah suatu prestasi. Agak disayangkan jika tujuan dari jerih payah itu berakhir dan biasanya lebih disibukkan pada upload foto- jalan- jalan. Walaupun ada argementasi bahwa jalan- jalan juga bagian dari belajar, namun saya yakin bahwa banyak kawan- kawan lain yang juga ingin mendapatkannya, warga publik yang tahu track record Anda, atau guru serta dosen Anda mengharapkan produktifitas yang lebih.
Membangun toleransi agar turut menumbuhkan semangat berkarya jauh lebih penting. Sebaiknya unggahlah sesuatu misalnya kegiatan inspiratif, kegiatan sosial, atau apapun yang tidak sekedar mengharapkan pujian netizen. Namun mengobarkan semangat untuk berkarya serta mendukung karya Indonesia itu.
Besar harapan agar kawan- kawan mahasiswa di luar negeri tidak turut terjebak dalam budaya “alay” karena dihinggapi kesenangan yang berlebihan. Era ini mengajarkan kita tentang bagaimana menjaga kepercayaan publik melalui ICT, terutama media sosial.
Optimalkan media tersebut dan semangat ekspansi ke luar negeri dengan lebih manis. Kelak, Anda tidak di cap sebagai tukang pamer dan “ndeso” karena apa- apa asal posting. Orang Indonesia itu cerdas.
Mewujudkan branding ini butuhlah usaha tanpa batas, salah satunya dengan bijak membawa diri. Saya yakin, ke depan semakin banyak karya lahir dari kawan- kawan mahasiswa yang berekspansi ini. Asal hati- hati dalam menjaga diri. Semangat terus, semangat inspiratif!