Kuliah ke luar negeri dengan mengandalkan bantuan pendanaan dari beasiswa sudah merupakan hal yang wajar bagi mahasiswa internasional termas...
Kuliah ke luar negeri dengan mengandalkan bantuan pendanaan dari beasiswa sudah merupakan hal yang wajar bagi mahasiswa internasional termasuk dari Indonesia juga tentunya. Setiap tahun semakin banyak peluang beasiswa yang tersedia untuk mahasiswa dari Indonesia dalam berbagai jenis untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan mahasiswa dalam melanjutkan studi di luar negeri. Hal ini tentu juga meningkatkan jumlah mahasiswa dari Indonesia yang mendapatkan kesempatan untuk bisa kuliah di luar negeri. Pada akhirnya hal ini membuktikan bahwa memang kuliah ke luar negeri itu bukanlah satu hal yang tidak mungkin dicapai oleh mahasiswa dari Indonesia karena memang sudah banyak mahasiswa yang menjadi contoh dan bukti nyata dalam hal tersebut.
Salah satu beasiswa yang bisa dibilang populer untuk dijadikan sarana kuliah ke luar negeri adalah Erasmus Mundus yang saat ini telah berubah nama menjadi Erasmus+. Porgram beasiswa ini dikenal luas karena memang memberikan banyak pilihan dari program studi yang bisa diambil jadi bisa disesuaikan dengan minat masing-masing. Selain itu satu lagi hal menarik dari beasiswa Erasmus+ ini adalah bahwa sangat mungkin penerima beasiswa ini bisa menjalani kuliah di beberapa universitas yang terletak di beberapa negara di kawasan Eropa. Sangat menarik bukan? Sudah tentu hal-hal menarik dari program beasiswa inilah yang membuatnya sangat diminati. Selain itu ada juga program beasiswa LPDP dari pemerintah Indonesia yang juga akhir-akhir ini semakin populer karena memang cakupannya sangat luas dan tidak terbatas. Mahasiswa Indonesia bisa kuliah dimana saja asalkan memang lolos seleksi beasiswa LPDP terlebih dahulu. Proses untuk mendapatkan beasiswa-beasiswa tersebut juga sebenarnya tidaklah sulit. Penasaran bagaimana caranya?
Irwan Sutisna adalah satu dari banyak mahasiswa Indonesia yang berhasil melanjutkan kuliah di luar negeri dengan bantuan beasiswa. Sudah tentu beasiswa yang ia dapatkan adalah Erasmus+. Sebelumnya ia menempuh pendidikan jenjang Diploma IV di Sekolah Tinggi Ilmu Statistik (STIS) dalam jurusan Statistika-Ekonomi. Setelah menyelesaikan pendidikan tersebut ia menjalani ikatan dinas di Badan Pusat Statistik Kabupaten Majene Sulawesi Barat. Namun ia masih mempunyai keinginan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Fakta bahwa ia hanya mempunyai IPK yang bisa dibilang pas-pasan dari pendidikan Diploma IV yang sudah ia selesaikan membuanya ciut untuk mengejar beasiswa Erasmus+. Selain itu ia juga tidak memiliki prestasi apapun selama menempuh pendidikan Diploma IV yang membuatnya semakin pesimis. Akan tetapi karena memang ia sudah tertarik pada program joint-master Erasmus+ pada bidang Quantitative Economics Models and Methods (QEM) maka ia memutuskan untuk mencoba mengejarnya dengan latar belakang pendidikan dan pengalaman bekerja dalam bidang yang sesuai sebagai penyemangatnya.
Segera kemudian ia melakukan pendaftaran program QEM secara online dengan mengunggah beberapa berkas persyaratan sesuai yang diminta oleh pihak penyelenggara. Dalam hal ini harus benar-benar dipastikan bahwa semua berkas dan persyaratan yang dikirimkan sudah sesuai dengan yang diminta dan paling tidak sudah memenuhi standar minimal yang diminta penyelenggara. Dalam proses ini biasanya dibutuhkan waktu selama tiha bulan hingga pengumuman diberikan. Rentang waktu untuk mengirimkan persyaratan-persyaratan ini biasanya dibuka pada bulan Oktober hingga bulan Februari tahun selanjutnya.
Selanjutnya hal yang dinanti tentu adalah pengumuman dari pendaftaran dan seleksi yang sudah dilakukan. Dalam pengumuman ini ada tiga kelompok peserta sebagai kategori yang diumumkan. Pertama adalah pemohon yang diterima dalam program QEM dan juga mendapatkan beasiswa Erasmus+ sekaligus. Kedua adalah pemohon yang diterima dalam program QEM namun tidak mendapatkan beasiswa Erasmus+. Ketiga adalah pemohon yang tidak diterima dalam program QEM dan juga tidak mendapatkan beasiswa Erasmus+. Irwan Sutisna masuk dalam kategori kedua yaitu lolos dalam program QEM namun tidak mendapatkan beasiswa penuh dari Erasmus+. Ada sedikit rasa kecewa namun sudah tentu ia tetap gembira karena targetnya tercapai untuk mengikuti program QEM. Mengenai pembiayaan ia masih punya satu lagi harapan untuk dikejar yaitu melalui beasiswa LPDP.
Irwan kemudian mempersiapkan segala persyaratan yang diperlukan untuk mengikuti seleksi beasiswa LPDP segera setelah menerima Letter of Acceptance dari Universite Paris 1 Pantheon-Sorbonne yang merupakan koordinator dari program QEM. Awalnya sempat ragu juga untuk mendaftarkan diri dalam beasiswa LPDP untuk membiayai program QEM dari Erasmus+ karena memang pada dasarnya sistemnya berbeda. Namun setelah mendapatkan banyak informasi dari berbagai pihak terpercaya ia tetap mengajukan permohonan LPDP dan hasilnya ia mendapatkan titik terang. Pihak LPDP memperbolehkan pembiayaan program QEM dari Erasmus+dengan syarat bahwa universitas yang dipilih maksimal hanya dua dan wajib termasuk dalam daftar universitas yang didukung oleh pembiayaan LPDP. Dari pilihan universitas yang ada dalam program QEM dari Erasmus+ sejumlah empat universitas, dua universitas tidak ada dalam daftar LPDP yaitu Universita Ca Foscari Venezia Italy dan Universitat Bielefeld Germany. Oleh karena itu ia memilih dua universitas yang lain yaitu Universite Paris 1 Pantheon-Sorbonne dan Universidad Autonoma de Barcelona.
Selanjutnya tentu ia harus melewati tahapan seleksi LPDP seperti para pemohon lainnya yaitu meliputi seleksi berkas, penulisan esai di lokasi, Leaderless Group Discussion (LGD), dan juga seleksi wawancara. Seolah semua sudah disiapkan untuknya, ia berhasil melwati tahapan seleksi tersebut dan pada akhirnya ia resmi menjadi salah satu penerima beasiswa LPDP untuk pembiayaan program QEM dari Erasmus+ yang sudah ia dapatkan sebelumnya. Program QEM tersebut akan berlangsung dari tahun 2016 hingga tahun 2018 di dua universitas yang ia pilih yaitu Uiversite Paris 1 Pantheon-Sorbonne dan Universidad Autonoma de Barcelona.
Perjalanan Irwan Sutisna dalam mengejar keinginannya untuk melanjutkan studi di luar negeri tentu hanya satu dari sekian banyak contoh lain dari mahasiswa Indonesia yang berhasil kuliah di luar negeri. Saat ini sudah bukan waktunya lagi untuk bertanya “Kenapa harus kuliah di luar negeri?” tetapi sudah saatnya untuk mengambil dan memaksimalkan setiap peluang dan kesempatan yang ada untuk kuliah ke luar negeri. Satu-satunya pertanyaan yang harus selalu ditanyakan pada diri sendiri adalah “Kalau bisa, kenapa tidak?” agar lebih terdorong untuk melakukan apapun tanpa berpikir akan hasilnya dan hanya berusaha semaksimal mungkin dalam prosesnya.
Kamu ingin mengikuti jejak Irwan Sutisna untuk mendapatkan beasiswa kuliah ke luar negeri? Cukup KLIK untuk menemukan semua yang kamu butuhkan!
InspiraBook
Salah satu beasiswa yang bisa dibilang populer untuk dijadikan sarana kuliah ke luar negeri adalah Erasmus Mundus yang saat ini telah berubah nama menjadi Erasmus+. Porgram beasiswa ini dikenal luas karena memang memberikan banyak pilihan dari program studi yang bisa diambil jadi bisa disesuaikan dengan minat masing-masing. Selain itu satu lagi hal menarik dari beasiswa Erasmus+ ini adalah bahwa sangat mungkin penerima beasiswa ini bisa menjalani kuliah di beberapa universitas yang terletak di beberapa negara di kawasan Eropa. Sangat menarik bukan? Sudah tentu hal-hal menarik dari program beasiswa inilah yang membuatnya sangat diminati. Selain itu ada juga program beasiswa LPDP dari pemerintah Indonesia yang juga akhir-akhir ini semakin populer karena memang cakupannya sangat luas dan tidak terbatas. Mahasiswa Indonesia bisa kuliah dimana saja asalkan memang lolos seleksi beasiswa LPDP terlebih dahulu. Proses untuk mendapatkan beasiswa-beasiswa tersebut juga sebenarnya tidaklah sulit. Penasaran bagaimana caranya?
Irwan Sutisna |
Irwan Sutisna adalah satu dari banyak mahasiswa Indonesia yang berhasil melanjutkan kuliah di luar negeri dengan bantuan beasiswa. Sudah tentu beasiswa yang ia dapatkan adalah Erasmus+. Sebelumnya ia menempuh pendidikan jenjang Diploma IV di Sekolah Tinggi Ilmu Statistik (STIS) dalam jurusan Statistika-Ekonomi. Setelah menyelesaikan pendidikan tersebut ia menjalani ikatan dinas di Badan Pusat Statistik Kabupaten Majene Sulawesi Barat. Namun ia masih mempunyai keinginan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Fakta bahwa ia hanya mempunyai IPK yang bisa dibilang pas-pasan dari pendidikan Diploma IV yang sudah ia selesaikan membuanya ciut untuk mengejar beasiswa Erasmus+. Selain itu ia juga tidak memiliki prestasi apapun selama menempuh pendidikan Diploma IV yang membuatnya semakin pesimis. Akan tetapi karena memang ia sudah tertarik pada program joint-master Erasmus+ pada bidang Quantitative Economics Models and Methods (QEM) maka ia memutuskan untuk mencoba mengejarnya dengan latar belakang pendidikan dan pengalaman bekerja dalam bidang yang sesuai sebagai penyemangatnya.
Segera kemudian ia melakukan pendaftaran program QEM secara online dengan mengunggah beberapa berkas persyaratan sesuai yang diminta oleh pihak penyelenggara. Dalam hal ini harus benar-benar dipastikan bahwa semua berkas dan persyaratan yang dikirimkan sudah sesuai dengan yang diminta dan paling tidak sudah memenuhi standar minimal yang diminta penyelenggara. Dalam proses ini biasanya dibutuhkan waktu selama tiha bulan hingga pengumuman diberikan. Rentang waktu untuk mengirimkan persyaratan-persyaratan ini biasanya dibuka pada bulan Oktober hingga bulan Februari tahun selanjutnya.
Bangunan Klasik Universite Paris 1 Pantheon-Sorbonne |
Selanjutnya hal yang dinanti tentu adalah pengumuman dari pendaftaran dan seleksi yang sudah dilakukan. Dalam pengumuman ini ada tiga kelompok peserta sebagai kategori yang diumumkan. Pertama adalah pemohon yang diterima dalam program QEM dan juga mendapatkan beasiswa Erasmus+ sekaligus. Kedua adalah pemohon yang diterima dalam program QEM namun tidak mendapatkan beasiswa Erasmus+. Ketiga adalah pemohon yang tidak diterima dalam program QEM dan juga tidak mendapatkan beasiswa Erasmus+. Irwan Sutisna masuk dalam kategori kedua yaitu lolos dalam program QEM namun tidak mendapatkan beasiswa penuh dari Erasmus+. Ada sedikit rasa kecewa namun sudah tentu ia tetap gembira karena targetnya tercapai untuk mengikuti program QEM. Mengenai pembiayaan ia masih punya satu lagi harapan untuk dikejar yaitu melalui beasiswa LPDP.
Irwan kemudian mempersiapkan segala persyaratan yang diperlukan untuk mengikuti seleksi beasiswa LPDP segera setelah menerima Letter of Acceptance dari Universite Paris 1 Pantheon-Sorbonne yang merupakan koordinator dari program QEM. Awalnya sempat ragu juga untuk mendaftarkan diri dalam beasiswa LPDP untuk membiayai program QEM dari Erasmus+ karena memang pada dasarnya sistemnya berbeda. Namun setelah mendapatkan banyak informasi dari berbagai pihak terpercaya ia tetap mengajukan permohonan LPDP dan hasilnya ia mendapatkan titik terang. Pihak LPDP memperbolehkan pembiayaan program QEM dari Erasmus+dengan syarat bahwa universitas yang dipilih maksimal hanya dua dan wajib termasuk dalam daftar universitas yang didukung oleh pembiayaan LPDP. Dari pilihan universitas yang ada dalam program QEM dari Erasmus+ sejumlah empat universitas, dua universitas tidak ada dalam daftar LPDP yaitu Universita Ca Foscari Venezia Italy dan Universitat Bielefeld Germany. Oleh karena itu ia memilih dua universitas yang lain yaitu Universite Paris 1 Pantheon-Sorbonne dan Universidad Autonoma de Barcelona.
Selanjutnya tentu ia harus melewati tahapan seleksi LPDP seperti para pemohon lainnya yaitu meliputi seleksi berkas, penulisan esai di lokasi, Leaderless Group Discussion (LGD), dan juga seleksi wawancara. Seolah semua sudah disiapkan untuknya, ia berhasil melwati tahapan seleksi tersebut dan pada akhirnya ia resmi menjadi salah satu penerima beasiswa LPDP untuk pembiayaan program QEM dari Erasmus+ yang sudah ia dapatkan sebelumnya. Program QEM tersebut akan berlangsung dari tahun 2016 hingga tahun 2018 di dua universitas yang ia pilih yaitu Uiversite Paris 1 Pantheon-Sorbonne dan Universidad Autonoma de Barcelona.
Bangunan Kampus Universidad Autonoma de Barcelona |
Perjalanan Irwan Sutisna dalam mengejar keinginannya untuk melanjutkan studi di luar negeri tentu hanya satu dari sekian banyak contoh lain dari mahasiswa Indonesia yang berhasil kuliah di luar negeri. Saat ini sudah bukan waktunya lagi untuk bertanya “Kenapa harus kuliah di luar negeri?” tetapi sudah saatnya untuk mengambil dan memaksimalkan setiap peluang dan kesempatan yang ada untuk kuliah ke luar negeri. Satu-satunya pertanyaan yang harus selalu ditanyakan pada diri sendiri adalah “Kalau bisa, kenapa tidak?” agar lebih terdorong untuk melakukan apapun tanpa berpikir akan hasilnya dan hanya berusaha semaksimal mungkin dalam prosesnya.
Kamu ingin mengikuti jejak Irwan Sutisna untuk mendapatkan beasiswa kuliah ke luar negeri? Cukup KLIK untuk menemukan semua yang kamu butuhkan!
InspiraBook