Mesir adalah negara unik bin ajaib menurutku. Bagaimana kita bisa merasakan wisata duniawi dan surgawi dalam saat yang bersamaan. Seperti ka...
Mesir adalah negara unik bin ajaib menurutku. Bagaimana kita bisa merasakan wisata duniawi dan surgawi dalam saat yang bersamaan. Seperti kata pepatah mesir, semakin kita menginjakkan kaki di Mesir, maka akan semakin banyak misteri yang kan kita temui. Banyak hal menarik yang aku dapatkan selama perjalanan di Kairo. Dan kegiatan simposium kemarin mungkin hanya menampilkan sebagian kecil hal-hal menarik tentang Mesir.
Menurutku, kita hanya bisa merasakan cinta tanah air dan menjadi begitu alim saat berada di negeri orang, dan memang itu yang aku rasakan dalam dua minggu keberadaanku di Mesir. Aku biasanya selalu kesal melihat orang Indonesia yang suka asal berbelok tanpa memberi tanda saat di jalan raya, tapi disana semua orang seperti itu, bahkan lebih parah, aku jadi bersyukur di Indonesia tidak sampai separah itu.
Yang aku ingat juga waktu kami para peserta SI di ajak panitia naik kapal melintasi sungai fenomenal Mesir, Sungai Nil. Waktu itu udah sore, jadi udaranya adem. Kami dibagi menjadi dua kelompok dan aku ikut di kelompok satu bareng temen-temen dari BEM dan beberapa PPI dunia. Kami dapet kapal yang tingkat, jadi kami kuasai kapal bagian atas. Kebetulan di atas diletakkan juga sound system, jadi kami bisa menyetel lagu lewat sound system tadi. Karena temen-temen banyak yang kangen lagu Indonesia, jadilah kami menyetel lagu Indonesia apapun yang ada di hp dan bernyanyi berjoget bersama. Suasananya mendadak ceria banget. Puas selfi, grupfi, joget dan nyanyi bareng kenceng-kenceng di negri orang tanpa khawatir ada yang ngomelin.
Cuaca di mesir juga panas banget. Kemarin suhunya mencapai 34 derajat celcius, sepanas itu, dan masisir bilang kalau itu udah mulai adem, What the?. Karena katanya suhu disana bisa mencapai 40 derajat dan puncak panasnya adalah di bulan juli, jadi kami ngga merasakannya, alhamdulillah. Sebelumnya aku selalu mengeluh panas di Sumbawa, kebetulan wilayah NTB yang letaknya di wilayah tengah Indonesia juga mendapatkan hawa panas yang lumayan, sama dengan di Indonesia Timur. Tapi setelah aku merasakan suhu panas Mesir, membuatku bertekad ngga akan lagi ngeluh dengan panasnya cuaca disana karena di Mesir lebih parah.
Aku ingat gimana susahnya mencari makanan yang sesuai dengan lidah kita karena orang Mesir menyukai makanan yang manis dan asin sementara kita menyukai makanan yang gurih dan pedas. Tapi hal ini tetap ngga menyurutkan niatku untuk melakukan wisata kuliner. Beberapa makanan khas pun sempat ku coba, seperti kushari, togin, ikan file, bathotis, syibsi dan roti isy.
Ada yang menarik tentang roti isy. Roti isy merupakan makanan pokok orang mesir. Sama halnya nasi bagi kita, maka roti isy adalah sesuatu yang wajib ada di meja makan apapun makanannya. Awalnya aku sempat agak jijik karena mereka suka meletakkan roti isy di tempat yang menurutku, ngga banget. Tapi setelah dicoba, ternyata, emang biasa aja.
Roti isy yang dijual dipinggir jalan, biasanya disajikan dengan udang dengan harga 5 LE atau pun ikan file dengan harga 11 LE, ditambah dengan tohinah, saus yang biasa disajikan berbarengan dengan roti isy berwarna putih seperti santan dan rasanya gurih. Konon katanya roti isy itu ada dua, yang untuk pria dan wanita. Bedanya adalah yang untuk wanita berwarna putih bersih dan ngga terlalu keras, sementara yang untuk pria adalah yang biasa kita temui di jalan.
Cerita lain mengenai roti isy adalah saat jalan-jalan ke Alexandria setelah kegiatan simposium. Saat makan siang kebetulan kami ditraktir oleh Bang Gobe di restoran seafood. Awalnya aku kira menunya akan dipesan sendiri-sendiri, tapi tiba-tiba pelayannya datang membawa makanan yang sudah dipesan sebelumnya. Namanya juga ditraktir, ya bersyukur aja. Aku sempet kaget melihat ikan yang disajikan lebih besar daripada tanganku. Tapi yang menarik perhatian adalah keberadaan gundukan makanan berwarna coklat disebelahnya. Apalagi kalau bukan nasi, dan ini adalah nasi goreng. Seperti menemukan air di tengah gurun, aku yang rindu masakan indonesia segera menyuap nasi dan ikannya dalam porsi cukup besar. Tapi persis makanan itu masuk mulut, rasa garam yang overload langsung hinggap di lidahku. Aku langsung minum hampir 2 gelas demi menghilangkan rasa asin tadi. Apa daya, ingin lidah makan makanan normal, malah dapet yang asinnya parah begini. Jadilah nafsu makan yang sempat tinggi tadi langsung turun ke level “gapapa deh yang penting makan”.
Kebetulan disajikan juga 4 saus dan sambal, juga tak ketinggalan, roti isy. Berhubung aku ngga minat sama saus dan sambalnya, jadi aku coba makan nasi dan ikan tadi bersama roti isy. Aneh bin ajaib, rasa asin yang overload tadi mendadak hilang dan rasa makanan kembali normal. Jika diibaratkan, maka roti isy adalah gula yang menetralisir rasa sayuran yang asin. Akhirnya aku mengerti kenapa roti isy selalu ada di hidangan masakan mesir.
Selain makanan, yang membuatku kagum adalah buah-buahan. Sepanjang jalan di Cairo, menemukan pedagang buah adalah hal yang lazim kita temui, terutama buah mangga, buah tin, dan buah anggur. Harganya pun sangat menggoda, hanya sekitar 12 Le untuk satu kilo mangga, 1 Le untuk satu buah tin, dan 5 Le untuk sekilo anggur. Kalau di Indonesia, anggur harganya bisa mencapai 80 ribu ke atas, maka disini anggur adalah cemilan murah yang bisa dimakan kapan aja.
Tapi yang menarik perhatianku tetap mangga, karena aku sangat menyukai mangga. Begitu sukanya sampe aku selalu membeli jus mangga setiap hari. Harganya murah, dan jus mangga disana berbeda sama yang ada di Indonesia. Disana jus mangga ngga diblender sampai halus, jadi kita bisa merasakan potongan-potongan mangga yang belum hancur. Cerita tentang jus mangga, mengingatkanku dengan kejadian lucu di hari terakhirku disana.
Hari itu aku nemenin temenku pergi ke kantor pusat bank Faisal, sebuah bank di Mesir, untuk mengurus uang beasiswanya di daerah Sittah Uktubar. Seperti biasa, aku selalu beli jus mangga di belakang Azhar.
Sudah menjadi peraturan tidak tertulis di Mesir bahwa penjual adalah raja, bukan sebaliknya. Maksudnya pembeli disana sering tidak dilayani dengan baik, dibikin lama nunggu, oleh karena itu terkadang ada saja masisir yang jail karena merasa kesal, salah satunya adalah temanku. Saat aku menyebutkan pesenan, ‘amu penjual pergi buat mengambil jusnya. Kami dibuat menunggu cukup lama padahal kami harus segera pergi, akhirnya temanku mengajakku buat pergi. Aku yang merasa ngga enak jadi agak ragu buat pergi juga, tapi temenku menarik tanganku. Akhirnya kami pergi gitu aja tanpa jadi membeli jus mangga. Setelah tau alasannya, akhirnya kami jadi tertawa. Besoknya, aku ngga berani lagi beli di toko itu.
Saat jalan-jalan juga menjadi kegiatan menyenangkan. Seperti saat ke alexandria, salah satu dari sedikit sekali kota di Mesir yang berawan. Disana banyak banget yang ngajak kami foto, jadi berasa turis beneran. Aku pikir yang norak kalo liat bule gitu orang Indonesia aja, taunya orang Mesir juga. Dan sama kaya kita, mereka cuma bisa bedain turis yang dari arab, kalo dari Asia dan Ameroplia mereka akan nganggep kita tetep asia dan bule mau dari negara manapun kita. Makanya waktu disana kemarin, ga sedikit yang suka negur kita dengan bilang, ni hao ma. Kita sih seneng-seneng aja ya, sambil sok-sok ngomong pake bahasa mandarin, padahal bahasa sunda, haha.
Atau saat ke Hurgadha. Kalo yang ini aku pergi bareng alumni pesantrenku dulu pas MA. Aku ngerasain berenang dan snorkling di Laut Merah, laut yang pernah dibelah nabi Musa dengan Tongkatnya dulu, bahkan sempet tenggelam segala. Trus naik ATV di gurun disana. Nyebrang ke pulau Giftun dan Paradise Island yang cantiknya emang kaya surga dunia. Ya mirip-mirip sama beberapa pulau di Sumbawa dengan kecantikan yang berbeda masing-masingnya.
Selain senang-senang ada saatnya juga aku wisata rohani ziarah ke makam para imam dan sahabat nabi. Aku jadi refleksi diri dan merasa ngga ada apa-apanya. Sampe sempet sedih banget di makam seorang imam. Di hari terakhir aku disana, aku juga sempetin untuk ikut ngaji kitab bersama seorang imam dari Azhar.
Intinya dua minggu berada disana terasa kurang banget. Aku yang pulang paling lama aja sedih banget, gimana yang cuma sebentar. Tapi aku bersyukur banget karena banyak hal-hal baru yang aku dapet di mesir. Yang jelas, ini adalah perjalanan luar negri bervisa pertama yang aku ikutin dan berhasil memberikan kebahagiaan lahir batin. Thanks to Allah, lewat panitia Simposium, jadi dapet kesempatan ngunjungin negara aneh bin ajaib ini.
Menurutku, kita hanya bisa merasakan cinta tanah air dan menjadi begitu alim saat berada di negeri orang, dan memang itu yang aku rasakan dalam dua minggu keberadaanku di Mesir. Aku biasanya selalu kesal melihat orang Indonesia yang suka asal berbelok tanpa memberi tanda saat di jalan raya, tapi disana semua orang seperti itu, bahkan lebih parah, aku jadi bersyukur di Indonesia tidak sampai separah itu.
Yang aku ingat juga waktu kami para peserta SI di ajak panitia naik kapal melintasi sungai fenomenal Mesir, Sungai Nil. Waktu itu udah sore, jadi udaranya adem. Kami dibagi menjadi dua kelompok dan aku ikut di kelompok satu bareng temen-temen dari BEM dan beberapa PPI dunia. Kami dapet kapal yang tingkat, jadi kami kuasai kapal bagian atas. Kebetulan di atas diletakkan juga sound system, jadi kami bisa menyetel lagu lewat sound system tadi. Karena temen-temen banyak yang kangen lagu Indonesia, jadilah kami menyetel lagu Indonesia apapun yang ada di hp dan bernyanyi berjoget bersama. Suasananya mendadak ceria banget. Puas selfi, grupfi, joget dan nyanyi bareng kenceng-kenceng di negri orang tanpa khawatir ada yang ngomelin.
Cuaca di mesir juga panas banget. Kemarin suhunya mencapai 34 derajat celcius, sepanas itu, dan masisir bilang kalau itu udah mulai adem, What the?. Karena katanya suhu disana bisa mencapai 40 derajat dan puncak panasnya adalah di bulan juli, jadi kami ngga merasakannya, alhamdulillah. Sebelumnya aku selalu mengeluh panas di Sumbawa, kebetulan wilayah NTB yang letaknya di wilayah tengah Indonesia juga mendapatkan hawa panas yang lumayan, sama dengan di Indonesia Timur. Tapi setelah aku merasakan suhu panas Mesir, membuatku bertekad ngga akan lagi ngeluh dengan panasnya cuaca disana karena di Mesir lebih parah.
Aku ingat gimana susahnya mencari makanan yang sesuai dengan lidah kita karena orang Mesir menyukai makanan yang manis dan asin sementara kita menyukai makanan yang gurih dan pedas. Tapi hal ini tetap ngga menyurutkan niatku untuk melakukan wisata kuliner. Beberapa makanan khas pun sempat ku coba, seperti kushari, togin, ikan file, bathotis, syibsi dan roti isy.
Ada yang menarik tentang roti isy. Roti isy merupakan makanan pokok orang mesir. Sama halnya nasi bagi kita, maka roti isy adalah sesuatu yang wajib ada di meja makan apapun makanannya. Awalnya aku sempat agak jijik karena mereka suka meletakkan roti isy di tempat yang menurutku, ngga banget. Tapi setelah dicoba, ternyata, emang biasa aja.
Roti isy yang dijual dipinggir jalan, biasanya disajikan dengan udang dengan harga 5 LE atau pun ikan file dengan harga 11 LE, ditambah dengan tohinah, saus yang biasa disajikan berbarengan dengan roti isy berwarna putih seperti santan dan rasanya gurih. Konon katanya roti isy itu ada dua, yang untuk pria dan wanita. Bedanya adalah yang untuk wanita berwarna putih bersih dan ngga terlalu keras, sementara yang untuk pria adalah yang biasa kita temui di jalan.
Cerita lain mengenai roti isy adalah saat jalan-jalan ke Alexandria setelah kegiatan simposium. Saat makan siang kebetulan kami ditraktir oleh Bang Gobe di restoran seafood. Awalnya aku kira menunya akan dipesan sendiri-sendiri, tapi tiba-tiba pelayannya datang membawa makanan yang sudah dipesan sebelumnya. Namanya juga ditraktir, ya bersyukur aja. Aku sempet kaget melihat ikan yang disajikan lebih besar daripada tanganku. Tapi yang menarik perhatian adalah keberadaan gundukan makanan berwarna coklat disebelahnya. Apalagi kalau bukan nasi, dan ini adalah nasi goreng. Seperti menemukan air di tengah gurun, aku yang rindu masakan indonesia segera menyuap nasi dan ikannya dalam porsi cukup besar. Tapi persis makanan itu masuk mulut, rasa garam yang overload langsung hinggap di lidahku. Aku langsung minum hampir 2 gelas demi menghilangkan rasa asin tadi. Apa daya, ingin lidah makan makanan normal, malah dapet yang asinnya parah begini. Jadilah nafsu makan yang sempat tinggi tadi langsung turun ke level “gapapa deh yang penting makan”.
Kebetulan disajikan juga 4 saus dan sambal, juga tak ketinggalan, roti isy. Berhubung aku ngga minat sama saus dan sambalnya, jadi aku coba makan nasi dan ikan tadi bersama roti isy. Aneh bin ajaib, rasa asin yang overload tadi mendadak hilang dan rasa makanan kembali normal. Jika diibaratkan, maka roti isy adalah gula yang menetralisir rasa sayuran yang asin. Akhirnya aku mengerti kenapa roti isy selalu ada di hidangan masakan mesir.
Selain makanan, yang membuatku kagum adalah buah-buahan. Sepanjang jalan di Cairo, menemukan pedagang buah adalah hal yang lazim kita temui, terutama buah mangga, buah tin, dan buah anggur. Harganya pun sangat menggoda, hanya sekitar 12 Le untuk satu kilo mangga, 1 Le untuk satu buah tin, dan 5 Le untuk sekilo anggur. Kalau di Indonesia, anggur harganya bisa mencapai 80 ribu ke atas, maka disini anggur adalah cemilan murah yang bisa dimakan kapan aja.
Tapi yang menarik perhatianku tetap mangga, karena aku sangat menyukai mangga. Begitu sukanya sampe aku selalu membeli jus mangga setiap hari. Harganya murah, dan jus mangga disana berbeda sama yang ada di Indonesia. Disana jus mangga ngga diblender sampai halus, jadi kita bisa merasakan potongan-potongan mangga yang belum hancur. Cerita tentang jus mangga, mengingatkanku dengan kejadian lucu di hari terakhirku disana.
Hari itu aku nemenin temenku pergi ke kantor pusat bank Faisal, sebuah bank di Mesir, untuk mengurus uang beasiswanya di daerah Sittah Uktubar. Seperti biasa, aku selalu beli jus mangga di belakang Azhar.
Sudah menjadi peraturan tidak tertulis di Mesir bahwa penjual adalah raja, bukan sebaliknya. Maksudnya pembeli disana sering tidak dilayani dengan baik, dibikin lama nunggu, oleh karena itu terkadang ada saja masisir yang jail karena merasa kesal, salah satunya adalah temanku. Saat aku menyebutkan pesenan, ‘amu penjual pergi buat mengambil jusnya. Kami dibuat menunggu cukup lama padahal kami harus segera pergi, akhirnya temanku mengajakku buat pergi. Aku yang merasa ngga enak jadi agak ragu buat pergi juga, tapi temenku menarik tanganku. Akhirnya kami pergi gitu aja tanpa jadi membeli jus mangga. Setelah tau alasannya, akhirnya kami jadi tertawa. Besoknya, aku ngga berani lagi beli di toko itu.
Saat jalan-jalan juga menjadi kegiatan menyenangkan. Seperti saat ke alexandria, salah satu dari sedikit sekali kota di Mesir yang berawan. Disana banyak banget yang ngajak kami foto, jadi berasa turis beneran. Aku pikir yang norak kalo liat bule gitu orang Indonesia aja, taunya orang Mesir juga. Dan sama kaya kita, mereka cuma bisa bedain turis yang dari arab, kalo dari Asia dan Ameroplia mereka akan nganggep kita tetep asia dan bule mau dari negara manapun kita. Makanya waktu disana kemarin, ga sedikit yang suka negur kita dengan bilang, ni hao ma. Kita sih seneng-seneng aja ya, sambil sok-sok ngomong pake bahasa mandarin, padahal bahasa sunda, haha.
Atau saat ke Hurgadha. Kalo yang ini aku pergi bareng alumni pesantrenku dulu pas MA. Aku ngerasain berenang dan snorkling di Laut Merah, laut yang pernah dibelah nabi Musa dengan Tongkatnya dulu, bahkan sempet tenggelam segala. Trus naik ATV di gurun disana. Nyebrang ke pulau Giftun dan Paradise Island yang cantiknya emang kaya surga dunia. Ya mirip-mirip sama beberapa pulau di Sumbawa dengan kecantikan yang berbeda masing-masingnya.
Selain senang-senang ada saatnya juga aku wisata rohani ziarah ke makam para imam dan sahabat nabi. Aku jadi refleksi diri dan merasa ngga ada apa-apanya. Sampe sempet sedih banget di makam seorang imam. Di hari terakhir aku disana, aku juga sempetin untuk ikut ngaji kitab bersama seorang imam dari Azhar.
Intinya dua minggu berada disana terasa kurang banget. Aku yang pulang paling lama aja sedih banget, gimana yang cuma sebentar. Tapi aku bersyukur banget karena banyak hal-hal baru yang aku dapet di mesir. Yang jelas, ini adalah perjalanan luar negri bervisa pertama yang aku ikutin dan berhasil memberikan kebahagiaan lahir batin. Thanks to Allah, lewat panitia Simposium, jadi dapet kesempatan ngunjungin negara aneh bin ajaib ini.